Tuesday, April 29, 2008

Paranoia

Darah muda yang segar. Kini tidak lagi. Masa pagi tak lagi harap. Menguap bersama aroma air setan. Tubuhnya rusak. Terlihat kian murah. Bahkan tak berharga. Tak lagi molek. Apa itu yang disebut modern?

Bersembunyi dibalik kata sexy. Mengumbar tubuh. Semakin jalang. Menghambur harta. Membuat terbang katanya. Membikin senang kilahnya. Adaptasi dengan kerabatnya. Masa kini penuh bangga. Sekali lagi terdengar kata sexy. Botol ditangan kanan. Kertas bertembakau adiktif di tangan kiri. Menambah kesan suram. Otak kosong. Perasaan dangkal. Pikiran bolong. Kata-kata kotor menambah impresi tolol. Komunitas haram. Tema bicara tak intelek. Terhanyut dalam kesenangan. Penyakit kutukan datang. Merasuk bersama aliran nadi. Kuat akal iblis. Tak berintrospeksi. Malah balik mengutuki. Tak tahu diuntung. Pantas dilaknati. Kelam menyelimutimu kawan. Segera beranjak. Lakukan sesuatu. Lawan penyakit itu! Masih ada waktu. Masih banyak waktu.

Segala rekomendasi disetujui. Tak ada sedikitpun bukti. Hanya mengangguk saja. Tertutup kalbu. Tersumbat hati. Gendang telinga semipermiable. Semakin bodoh. Bagaikan sampah. Sampai kapan terus begitu?

...dan malam...

Udara malam hari katanya dingin. Tapi tidak dikamarku. Peluh menetes dari sela pori. Membasahi ari. Lembapkan baju. Kubuka jendela kamar. Kududuk diatasnya. Aura malam mulai terasa. Dingin memukul pori hingga menciut. Mengeringkan raga penuh peluh. Sejuk terasa. Menggigil lama-lama. Langit hitam panorama malam. Kelam tapi tak suram. Kerlip bintang kupandang. Cahaya bulan kutatap. Sering kali kududuk di jendela. Melihat langit. Tapi selalu istimewa. Di atas sana ada gundukan inspirasi. Tak habis kupetik. Kubaca syair paling indah yang pernah terdengar. Surat ke-86. At-Tariq artinya yang datang di malam hari. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Demi langit dan yang datang pada malam hari. Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu? (yaitu) bintang yang cahayanya menembus. Tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?

Tubuh dan semua organ yang terdapat didalamnya mengecil. Meruntuhkan teori atom Dalton yang menyebutkan atom adalah bagian yang terkecil dari suatu zat. Akulah suatu paling kecil dari yang terkecil. Tak ada apa-apanya. Tak ada yang dimiliki. Hanya tertitipi. Tapi kadang semua titipan ini membuat tinggi hati melebihi langit-langit tadi. Resapi ayat-ayat tadi. Semakinlah mengerti. Manusia dibuat dari tanah. Ingatlah. Pijakkan hati disana. Layangkan pikir tinggi-tinggi. Tapi tetap tancapkan hati di bumi. Tak usah meninggi. Tak usah meninggi. Tak usah meninggi.

cannot be hidden

Terkesan akan kata-kata Habiburrahman El-Shirazy dalam salah satu bukunya,
”love and a cough cannot be hidden” kucoba untuk menginterpretasikannya. Fantasiku mengapung, mencoba mendalami apa maknanya. Ku rumuskan suatu daftar di pikirku. Ternyata yang menjadi urutan pertama dari suatu hal yang tak bisa disembunyikan adalah – maaf – buang angin. Kulambungkan lagi fantasiku. Kuingin fantasi itu mengarah pada titik simpul tak konyol. Tapi tetap saja jawabannya seperti itu. Memang seperti itulah. Hari ini fantasiku benar-benar jujur. Dan tentu saja kuhargai semua kejujuran. Memang terkadang menahannya membuat perut kembung dan terasa tidak nyaman. Peringkat kedua suatu hal yang tak bisa disembunyikan versi fantasi liarku diduduki oleh rasa kantuk dan sakit perut. Keduanya membuat rautku menjadi – kata teman-temanku – abstrak. Ekspresi tambah datar. Hilang segala keceriaan.

Monday, April 28, 2008

Treno Politica

Treno PoliticaSporadis! Satu demi satu bermunculan wajah baru di kancah politik. Mereka yang semula kerap nampang di majalah gosip murahan, kini mejeng di majalah politik dan surat kabar. Maju atau maksa? Tongkrongan baru bagi mereka yang senang membuat ulah. Menarik sekali menurutku.

Bermodal bohong saja sudah ingin menjadi pemimpin. Dasar pendusta! Apa yang sebenarnya mereka inginkan? ingin menjadi plagiator Ronald Reagan yang mengganti status pemain film menjadi pemimpin? Trend sekali memang.

Ego mulai menggeliat. Harta. Tahta. Wanita. Tiga kata mati yang umumnya ingin dituju. Tidak aneh kalau pejabat tinggi yang sudah kaya tertangkap basah bermain wanita. Itu hanya ketiban sial saja. Hal itu sudah menjadi rahasia universal. Mereka tidak punya kaca. Bisanya hanya mengintimidasi musisi. Selalu membela diri. Belaga sok suci. Tahu apa anda tentang seni?

Memberi ekspektasi. Berspekulasi. Apa semua akan terealisasi? Lihat saja nanti. Mengatasnamakan rakyat. Menjanjikan kesejahteraan rakyat. Semua tercium busuk. Terlihat nista. Kesejahteraan rakyat dan kemakmuran pribadi bercampur aduk. Kesalahan menjadi maya. Berpura-pura bahagia. Kuyakin hati kecilnya berkata tidak.

Duit lagi duit lagi ujung-ujungnya. Jangan mengelak. Malaikat canggih sekali. Ragamu dilengkapi lie detector! Jadi walaupun mereka sedang berjemur, mereka tetap bisa memonitor dari kejauhan.

Kutunggu sosok pemimpin panutan bangsa. Ibu pertiwi sudah lama menanti. Silakan penuhi daftar anggota partai. Tapi jangan hanya berikrar. Buktikan! Lakukan! Silakan cekik leher anda dengan dasi. Tapi jangan cekik leher kami!!!

Friday, April 25, 2008

Tiga tiga

tiga tahun telah
proses sudah
membaca wacana
menoreh kertas
menghitung angka
membuat hipotesis
membuktikan rumus
menelaah teori
mempelajari postulat
menerapkan hukum
menggunakan ejaan
lekatkan kata baku
untuk sebuah kalimat efektif

tiga hari telah
pertarungan sudah
logika tertantang
nalar menggebu
tahuku diuji

tapi hari-hari itu
terasa
muak!
sesat!
laknat!!

bukan pertarungan
melainkan latihan
bukan jawaban
melainkan kesepakatan

apa ini?
buat apa aku duduk di sini?
buat apa aku menghitami kertas ini?
kenapa kita begini?
kenapa disini begini?
apa semua seperti ini?
apa ada yang tidak seperti ini?

pembohongan!
penipuan!
dasar sialan!

buang-buang waktuku saja!!

Kalimat-kalimat itu keluar dari benakku begitu saja. Satu jam sebelum waktu ujian berakhir sekaligus berakhirnya ujian nasional aku menulis pada kertas yang pengawas berikan. Satu jam terasa lama sekali bagiku saat itu. Banyak sekali yang kupikirkan. Pikirku mulai melayang. Kertas buram itu mulai penuh. Gambaran luapan emosiku.

Tepat di belakang kursiku ada vina.
” ge apa lw?” sambil mencolek punggungku.
”nulis” jawabku malas.
Dia melihat ke arah kertas buramku, seakan ingin tahu. Kuperlihatkan sebentar lalu kutarik lagi karena akan kulanjutkan.
”ni,masih lama. Gw laper. Perut gw kerubukan. Udahan az yu!
Kumpulin! Lw udah jga kan?” dia berikan rekomendasi.
”yu,ntar,priksa dlu”
Kami keluar ruang ujian dan mengambil tas yang tadi pagi dikumpulkan di ruang guru.
”niii” terdengar suara meli lantang. Aku tak menjawab hanya tersenyum saja.
”kumaha?”
”hehe..”
Mbak-mbak menyuruhku masuk kelas. Dia bilang ada pengarahan. Di depan pintu ada guru geografi menyuruhku masuk juga. Aku dan meli masuk kelas itu. Mbak-mbak itu memberiku selebaran.
”eh ni no 10 beda nya?
Mew mah B”
”A”
”ih B ni..”
“wah?” jawabku kurang peduli dengan jawaban mana yang benar.
”iyah ani A uci juga” suci menguatkan pendapatku.
”heeh uput juga A ni,kan kalo hipertonis airnya bakalan berosmosis ke yang hipotonis.” jelasnya tanpa kupinta.
”ih ni,kamari teh dijelaskeun di omega” bela meli.
”wah?”
”ihh uci yakin A”
Kepalaku berbalik-balik arah seperti menonton Taufik Hidayat vs Lin Dan saja. Tak perlu berkomentar pikirku. Pusing. Lalu kubaca selebaran tadi. Selintas kubaca AKBID. Ternyata itu promosi. Terjebak. Meli melihatku matanya berbicara. Mengajakku kabur. Kebetulan sekali. Fajar dari luar memanggilku.
”ni,payung di kelas”
”eh iyah jey”

Langsung aku keluar dari jebakan itu dengan menarik tangan meli. Jelas-jelas payung yang disebut-sebut fajar bukan milikku. Itu hanya alasan agar dapat keluar. Kabur. Pulang. Tidur. Rencanaku dan meli.

Di perjalanan seperti biasa kita berbincang.
”beres oge ni”
”heeh”

Kurang lebih tiga tahun kami pakai putih-abu. Kemudian hari akan berganti. Tiga tahun itu rasanya ditentukan oleh tiga hari. Kenapa? Rasanya kurang adil. Kenapa tidak jadikan negara maju sebagai referensi. 80% ditentukan oleh proses. Sisanya baru hasil akhir. Biar mengurangi kecurangan. Kasihan sekali orang yang rajin mengerjakan tugas,datang tepat waktu tapi kurang koneksi.

Wednesday, April 23, 2008

Bukan Sekadar Diary

Tak seperti kebanyakan orang yang membuat blog untuk menuliskan kronologi kejadian yang dialami setiap hari lengkap dengan waktu dan tempat kejadian seperti rentetan sejarah yang tak pernah kuhafalakan dan tak sedikitpun kuberniat menghafalkannya, blog ini dibuat sebagai suplemen tempatku menumpahan gagasan, ide, inspirasi yang tumpah-ruah dari segala bentuk pikiran dan emosi bilamana mp4 playerku sudah kehabisan energi, pensil superku, John , sudah kelelahan memuntahkan karbon hitamnya ke atas kertas, kertas-kertas putih dikamarku sudah penuh dengan coretan dan gambar, kaset-kaset dan CD sudah cukup pusing karena terus kuputar, speaker yang mulai serak seperti orang radang tenggorokan atau bahkan berteriak seperti vokalis aliran musik underground, program winamp yang sepertinya sudah bosan melihat mukaku dibalik monitor dan tak henti-hentinya memilih lagu untuk dijadikan playlist. Ya,boleh dikatakan blog ini adalah hasil koordinasi otak kanan dan kiri serta organ yang berada di rongga perut sebelah kiri.

Tidak menulis diary bahkan tidak mempunyai buku diary bukan berarti terlalu banyak sesuatu yang privacy, melainkan sejak kecil memang tidak terbiasa dan tidak mau terbiasa. Coba saja lihat anak perempuan Sekolah Dasar sekarang, setidaknya mereka punya dua buku diary, yang satu untuk dirinya yang satu lagi untuk menuliskan biodata temannya. Tak jauh berbeda dengan zamanku masih SD dulu, aku pernah mengisi biodata lengkap seperti hendak mengisi format lamaran kerja di dalam buku diary temanku, dan seperti aturan pengisian yang ditetapkan pemiliknya, aku menuliskan curhatanku disana. Buku diary itu terus berputar ke tangan teman-teman yang lain di dalam satu kelas sampai akhirnya semua sudah mendapat bagian. Buku diary yang tidak terlalu tebal, bersampul warna mencolok dan bergambar barbie itu hampir penuh dengan tulisan. Setelah semuanya mengisi, kurang lebih satu bulan , akhirnya diary bergilir – seperti kejuaraan karate saja – kembali ke tangan empunya. Akupun penasaran ingin membaca biodata dan curhatan teman-teman yang lain karena kebetulan aku diberi kesempatan sebagai pengisi pertamanya. Kubuka halaman pertama, jelas namaku yang pertama kubaca, My God!! mukaku memanas, kulitku yang hitam sepertinya akan terlihat ungu ketika malu, setelah kubaca lagi tentang apa yang telah aku dan teman-temanku tulis aku menilainya sebagai sesuatu hal yang NORAK dan banyak hal yang tak penting untuk ditulis, memalukan saja! Uh, apa yang kulakukan sebulan yang lalu? Menerima tawaran menulis dalam buku diary yang ku tak tahu apa maksud dan tujuannya. Bodoh sekali!! Tulisanku yang buruk akan mencerminkan seperti apa aku ini. Sejak saat itulah aku tak berhubungan lagi dengan yang namanya diary meski saat di toko buku mamaku kerap menawari sebuah diary.

Antidiary sudah melekat sampai aku berumur belasan seperti saat ini. Binderku penuh dengan rumus-rumus matematika, contekan biologi, lirik lagu dan gambar luapan emosiku, bukan berisi pernyataan sayang terhadap lawan jenisnya atau lontaran pertanyaan yang ditujukan pada kertas-kertas tuna rungu yang tak kan pernah bisa menjawabnya. Suatu hal yang tak perlu dilakukan – menulis curahan hati – karena tanpa itupun orang-orang yang dekat denganku tahu sedang dalam keadaan apakah aku sekarang. Hal yang mudah bagi mereka mengetahui jika sesuatu menimpa diriku karena jika aku yang seperti kutu loncat dan cacing kepanasan, tak pernah bisa diam atau sejenak berhenti berbincang, tersenyum dan tertawa ini diam seperti volume suara yang ter-mute itulah puncak ketidaknyamananku terhadap sesuatu. So throw away your diary!!!!!!

Terang saja blog inipun bukan sekadar diary yang akan membuat aku sendiri muak ketika membacanya lagi karena – jujur – aku payah dalam hal mencurahkan isi hati. Silakan anda yang berada di depan monitor membacanya, jangan lupa pula tinggalkan serangkaian kata untuk mengkomentari apa yang kutulis.